Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan
Kejadian Luar
Biasa (KLB) Keracunan Pangan disebabkan oleh pangan yang terkontaminasi oleh
bakteri, virus, parasit dan zat kimia. Kontaminasi ini paling utama disebabkan
oleh kesalahan dalam penanganan/pengolahan pangan. Rendahnya status sosial, pendidikan
dan fasilitas yang tidak memadai menjadi salah satu penyebab utama pangan tidak
diolah dengan baik (Hariyadi, 2008).
Penyebab
Kejadian luar biasa keracunan pangan di
Indonesia pada
tahun 2013 berasal dari masakan rumah tangga sebesar 27,38% (23 kejadian), makanan jasa boga sebesar 16,67%
(8 kejadian), makanan
olahan sebesar 14,38% (7 kejadian), jajanan sebesar 16,67% (8 kejadian) dan
tidak diketahui sumber penyebabnya sebesar 4,17% (2 kejadian). Kejadian-kejadian tersebut sering disebabkan oleh
suhu, waktu, dan cara pengolahan yang kurang tepat (BPOM
RI, 2013).
Pada umumnya, faktor-faktor yang menyebabkan kontaminasi pada pangan tersebut, adalah (Arisman, 2008):
- - Pendinginan yang tidak adekuat (63%)
- - Pengolahan pangan terlampau singkat (29%)
- - Kondisi tempat mempertahankan panas yang tidak baik (27%)
- - Higienitas yang buruk pada pengonsumsi pangan atau cara mengonsumsinya (26%)
- - Pemanasan ulang yang tidak adekuat (25%)
- - Alat pembersih yang tidak baik (9%)
- - Konsumsi makanan yang sudah basi (7%)
- - Kontaminasi silang (6%)
- - Memasak atau memanaskan makanan secara tidak adekuat (5%)
- - Wajan berlapis bahan kimia berbahaya (4%)
- - Bahan baku tercemar (2%)
- - Penggunaan zat adiktif secara berlebihan (2%)
- - Produsen tidak sengaja menggunakan zat adiktif kimia (1%)
- - Sumber bahan pangan yang alaminya tidak aman (1%)
Kontaminasi silang merupakan
konsep keamanan makanan yang sangat penting. Kondisi ini terjadi jika zat pencemar berpindah dari satu makanan
ke makanan lain melalui
permukaan benda selain
makanan, misal alat
untuk memasak dan tangan manusia (Arisman, 2008).
Alasan di Negara Maju Dengan Tingkat Kesehatan yang
Lebih Tinggi Masih Terdapat Kasus KLB Keracunan Pangan
Pada negara maju, terdapat penyakit bawaan pada makanan
dan penanganan yang kurang tepat. Berdasarkan data statistik penyakit bawaan makanan,
60% dari kasus KLB keracunan
pangan di negara maju disebabkan buruknya
teknik penanganan makanan dan terkontaminasi pada saat disajikan di Tempat
Pengelolaan Makanan (TPM). Kebersihan penjamah makanan merupakan kunci
keberhasilan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat. Penjamah makanan
adalah orang yang bekerja pada suatu usaha atau kegiatan di bidang makanan (Karla, 1960). Hal Tersebut yang Memicu Terjadinya KLB Keracunan
Pangan di Negara Maju Dengan Tingkat Kesehatan yang Lebih Tinggi. Masyarakat negara maju memiliki kebiasaan untuk makan
di luar rumah dan gaya hidup yang gemar mengonsumsi makanan siap saji (Arisman,
2008). Kebiasaan mengonsumsi makanan di luar rumah menyebabkan beberapa orang
mengonsumsi makanan yang sama dimana konsumen tidak mengontrol secara langsung
keamanan dari makanannya. Makanan siap saji memiliki tingkat keamanan yang
rendah karena minimnya proses pengolahan. Pada
negara maju, terdapat pemantauan pada
industri besar dan pedagang eceran makanan,
sehingga pasokan makanan di negara maju pada umumnya aman dari zat kimia (WHO,1992).
Selain itu, perdagangan bebas tingkat regional dan
internasional juga dapat menyebabkan KLB keracunan pangan lintas wilayah.
Contohnya, KLB keracunan pangan oleh shigellosis di beberapa negara Eropa Utara
akibat lobak impor dari Spanyol.
Alasan lain terjadinya KLB keracunan pangan di negara
maju juga dapat disebabkan oleh bioterorsime, yang dipicu
oleh peristiwa 9 November di Amerika. Permasalahan KLB keracunan pangan umumnya disebabkan oleh kontaminasi
yang tidak disengaja. Namun, bioterorisme ini lebih
fokus pada kontaminasi pangan
yang sengaja dilakukan oleh orang-orang yang berniat menyebarkan teror. Permasalahan ini belum
mencuat di Indonesia. Namun, bagi
Industri yang melakukan ekspor ke negara maju (Amerika, Australia dan lain-lain) harus mengikuti
ketentuan-ketentuan tambahan yang berkaitan dengan upaya mengurangi kemungkinan
terjadinya bioterorisme (Hariyadi, 2008).
REFERENSI
Hariyadi
P. 2007. Isu Terkini Terkait Dengan Keamanan Pangan Pangan. SEAFAST Center,
IPB.
Arisman.
2008. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
BPOM
RI. 2013. Laporan Tahunan 2013 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta:
BPOM RI.
WHO.
1992. Toxic oil syndrome. WHO Regional Publications, European Series 42.
Karla
L. 1980. Quantity Food Sanitation. New York: John Wiley & Sons Inc.
Siagian
A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber Pencemarannya. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Comments
Post a Comment