Metabolisme DHA (Asam Dokosaheksaenoat) pada Tubuh Dalam Meningkatkan Kecerdasan Balita

Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia. Hal ini terlihat dari angka kelahiran bayi yang tinggi. Berdasarkan pusat data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014, angka kelahiran Indonesia mencapai 4.809.304 jiwa setiap tahunnya. Oleh sebab itu, pertumbuhan dan perkembangan balita perlu diperhatikan karena merekalah yang menjadi penerus bangsa. Perkembangan otak paling kompleks, terjadi pada 3 bulan akhir di kandungan hingga 2 tahun setelah lahir. Namun, Pertumbuhan dan perkembangan otak anak masih mengalami peningkatan pesat pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. (Chamidah, 2009). Sehingga pada masa ini, asupan makanan perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi perkembangan saraf. (Blaylock, 2008). Di antara bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan otak, kira-kira 60% adalah lemak. Pada balita asupan utama mereka berasal dari ASI yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, asam arakodinat dan DHA. Namun, tidak semua balita mendapat asupan ASI yang cukup. Padahal kandungan dalam ASI, khususnya DHA sangat penting bagi perkembangan otak. Akumulasi DHA pada otak dapat melancarkan proses informasi, serta dapat mempercepat proses maturasi otak, khususnya pada bagian penerima rangsangan. Berbeda halnya dengan susu formula biasa yang tidak mengandung DHA, tumbuh kembang otak serta ketajaman penglihatan tidak akan sebaik balita yang mengonsumsi ASI (Tangkilisan dan Lestari, 2001). Oleh sebab itu, penting bagi kita khususnya para ibu untuk memahami bagaimana proses metabolisme DHA dalam tubuh dan pengaruhnya pada otak  serta sumber makanan kaya akan DHA, sehingga asupan DHA pada balita yang penting bagi pertumbuhan otaknya dapat dimaksimalkan.

Definisi  DHA
Terdapat beberapa jenis asam lemak omega 3. DHA (Asam Dokosaheksaenoat) adalah salah satunya. Asam lemak omega 3 adalah asam lemak rantai panjang tidak jenuh (Long-Chain Polyunsaturated Fatty Acid / LC-PUFA) dengan ikatan rangkap mulai pada atom karbon nomor 3 dari gugus metil. DHA memiliki struktur kimia C22:6n-3, yaitu asam lemak tidak jenuh dengan 22 atom karbon dan memiliki 6 ikatan rangkap dimulai pada karbon nomor 3 dari gugus metil, sehingga disebut omega 3 (n-3). (Tangkilisan dan Lestari, 2001).

Metabolisme DHA Dalam Tubuh
Asam alfa-linoleat, EPA (asam eikosapentanoat) dan asam lemak omega 3 lain  dapat dikonversi menjadi DHA di hati. Beberapa rangkaian elongasi dan desaturasi di retikulum endoplasma dapat menghasilkan 24 karbon intermediet asam tetrakosaheksanoat, yang kemudian diperpendek menjadi DHA oleh beta peroksisom oksidasi. Sintesis DHA memerlukan adanya beberapa vitamin dan mineral seperti riboflavin, niasin, pantotenat, biotin, besi, dan magnesium. Namun, bayi tidak memiliki kemampuan sintesis DHA dari asam lemak omega 3 lain karena aktivitas enzim elongasi dan desaturasi yang rendah, sehingga diperlukan asupan DHA secara langsung (Kohlmeier, 2015).
Garam empedu mengaktifkan enzim lipase dari pankreas di mana enzim ini merupakan enzim utama dalam hidrolisis DHA. DHA tersebut mengandung digliserida, trigliserida dan kolesterol ester. Fosfolipase dari pankreas akan memotong DHA yang kaya akan fosfolipid. Misel membentuk gabungan asam lemak, monogliserida asam empedu dan fosfolipid. DHA memasuki enterosit dari usus halus melalui difusi dan transportasi terfasilitasi dari gabungan misel yang dikonjugasi menjadi CoA oleh asam lemak CoA rantai panjang ligase. Sebagian besar asil CoA dipergunakan untuk mensintesis trigliserida, kolesterol ester dan fosfolipid. Trigliserida dibuat menjadi kilomikron dengan kolesterol ester, fosfolipid dan 1 molekul poliprotein yang disekresi ke pembuluh limfatik usus (Kohlmeier, 2015).
            Darah membawa 400-800 mg DHA yang berguna untuk penyerapan lipoprotein dan degradasi membran sel darah merah. Jaringan adiposa pada berbagai tempat mengandung DHA (sekitar 0.25% pada penderita obesitas) namun persentasenya lebih rendah dalam makanan.  Jaringan adiposa di dekat usus mengandung DHA lebih sedikit dari bagian lain dalam tubuh. Pada pria kurus dengan berat badan 70 kg dan asumsi lemak tubuhnya sekitar 10% maka, pria ini diperkirakan memiliki 18 g DHA di mana 1-2 persennya (180-360 mg) dimobilisasi setiap hari. Wanita pada umumnya memiliki lemak tubuh yang lebih banyak sehingga menyimpan DHA lebih banyak pada tubuhnya. Lemak pada jaringan lain khusunya otak mengandung DHA yang tinggi. DHA sangat diperlukan dalam mielinasi neuron di otak dan untuk fungsi fotoreseptor sel di mata. DHA terdiri dari satu per tiga dari asam lemak aminofosfolipid (Kohlmeier, 2015).

DHA untuk Pembentukan Otak
Terdapat DHA sebanyak 25% pada komposisi lemak otak manusia. Jumlah DHA yang cukup di membran sel otak akan meningkatkan fleksibilitas membran sel otak supaya otak dapat bekerja secara optimal. Meningkatnya fleksibilitas membran sel otak berfungsi untuk meningkatkan efisiensi  dalam berkomunikasi. Sedangkan, jumlah DHA  yang tidak memadai pada otak akan berakibat pada sulitnya pembaharuan sel. Sehingga, sel otak akan menggunakan lemak jenuh ataupun asam lemak trans untuk melakukan pembaharuan sel, yang menyebabkan membran sel otak menjadi keras dan tidak fleksibel lagi. DHA merupakan lemak yang bagus sehingga dengan adanya DHA otak akan menjadi lebih baik juga. Fleksibilitas membran sel otak yang baik akan mempercepat transfer informasi sehingga otak dapat bekerja lebih cepat. Sebaliknya, dengan kurangnya DHA pada otak dapat memperburuk penyampaian informasi ketika berkomunikasi (Perlmutter dan Colman, 2005).

Sumber DHA
Dalam alam, jalur biokimia untuk membuat asam lemak omega 3 hanya terdapat pada kloroplas sel tumbuhan, alga dan beberapa jamur. Sehingga, tumbuhan merupakan sumber utama asam lemak esensial ini. Ikan dan beberapa binatang laut tertentu mendapatkan bahan ini dari fitoplankton dalam rantai makanannya. Selanjutnya tubuhnya mampu memproses lebih lanjut melalui kerja enzim elongasi dan desaturasi (Tangkilisan dan Lestari, 2001). Oleh sebab itu, sumber DHA dapat diperoleh dari beberapa kategori bahan pangan seperti bahan pangan hewani, bahan pangan nabati, dan minyak nabati.
Bahan pangan hewani sumber DHA adalah  ikan laut seperti, ikan salmon (14.6 mg/g), ikan herring (11.1 mg/g), ikan mackerel (7.0 mg/g), ikan todak (6.8 mg/g), ikan halibut (3.7 mg/g), ikan tuna, ikan cod, lobster, dan udang. Ikan-ikan tersebut juga mengadung omega 3 lain. DHA terdapat pada bagian tengah dari trigliserida lemak ikan (Kohlmeier, 2015).
Bahan pangan nabati yang mengandung lemak omega 3 bersumber dari sayuran hijau, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Kacang-kacangan tersebut seperti, kacang merah, kedelai, dan walnut. Sedangkan, sayuran hijaunya seperti bayam, bunga kol, dan brokoli (Sofia, 2015).
Pada jenis minyak terdapat kandungan asam alfa-linoleat, salah satu jenis omega 3 yang dapat diubah menjadi DHA di dalam tubuh (Sofia, 2015). Minyak  nabati tersebut antara lain adalah flaxseed (181 mg/g), canola (92 mg/g), minyak perilla (630 mg/g), dan kedelai (Kohlmeier, 2015).
Bahan pangan lain yang mengandung omega-3 adalah biji labu, oatmeal, cereal, minyak ikan cod, margarin, telur dan yogurt (Sofia, 2015). Selain itu, diperlukan penambahan DHA pada susu formula karena lemak dalam susu formula biasa belum dapat menyeimbangi komposisi lemak dalam ASI.

Kesimpulan
            DHA dapat disintesis dari asam lemak omega 3 lain, namun jarang terjadi pada balita sehingga diperlukan konsumsi DHA secara langsung. Asupan DHA dapat diperoleh melalui konsumsi ASI, susu formula dengan penambahan DHA dan bahan pangan nabati, hewani dan minyak nabati. DHA ini penting bagi pertumbuhan otak dengan fleksibilitas tinggi sehingga otak dapat bekerja dengan efisien.

Dibuat Oleh: Andrea Purwaningtyas,  Bertha Araminta, Emely, Vania Gisella


Referensi

Blaylock RL. 2008. DHA Supports Brain Development and Protect Neurological Function. Diambil dari http://www.lifeextension.com/magazine/2008/1/report_dhafishoil/Page-01
Kohlmeier M. 2015. Nutrient Metabolism Structures, Function, and Genes (2nd ed.). Cathleen Sether.
Perlmutter D, Colman C. 2005. The Better Brain Book. Penguin Group: New York.
Sofia. 2015. 5 Jenis Makanan dengan Kadar Omega 3 Tinggi untuk Si Buah Hati. Diambil dari balitapedia.com
Tangkilisan HA, Lestari H. 2001. Peran Penambahan DHA pada Susu Formula 3: 147–151.
Team Penyusun Data dan Informasi. 2015. Data dan Informasi Tahun 2014 (Profil Kesehatan Indonesia). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta 


Comments

Popular posts from this blog

Table Manner (European Style)

Table manner (Chinese Style)

Peraturan Pemerintah Tentang Label Pangan